Ancaman penyakit dari perubahan iklim lahir dari ketidakseimbangan bumi—bukan kutukan alam, tapi akibat dari cara hidup kita sendiri.

Tahun 2026 mungkin belum menjadi akhir, tapi bisa jadi pertanda bahwa hari-hari terpanas tak lagi datang sesekali. Mereka menetap.

Kalau Bumi bisa ngomong, mungkin dia bakal bilang: “Aku nggak marah, cuma capek.”

Panas ekstrem di Indonesia menampar semua, tapi yang paling keras merasakan adalah bagi mereka yang tak bisa berteduh.

PLTN di Pulau Kelasa menjadi simbol bagaimana riset kehilangan nurani—bukan menjawab realita warga, tapi menjual legitimasi untuk kekuasaan dan proyek berisiko.

Krisis iklim bukan soal cuaca, tapi soal keadilan. Pendanaan iklim global hari ini masih berpihak pada mereka yang berkuasa, bukan yang bertahan.

Laut sudah bicara. Mikroplastik di ikan, dan air yang kita minum adalah pesan dari bumi: “aku nggak bisa menanggung semuanya sendirian.”

Terminologi sesat dalam perubahan iklim adalah bahasa halus yang menipu publik dan menunda aksi nyata.