Istilah Perubahan Iklim yang Menyesatkan

Istilah Perubahan Iklim yang Menyesatkan
Istilah Perubahan Iklim yang Menyesatkan

Istilah perubahan iklim seringkali dibuat begitu indah namun begitu memyesatan untuk mengaburkan mana Solusi asli dan mana Solusi tipu-tipu. Sebuah janii manis berlabel hijau.

Terus ikuti artikel ini dan bantu sebarkan pengetahuan yang bikin kita nggak gampang dibohongi.

Kita akan ngomongin soal istilah-istilah keren yang sering kita dengar di iklan, laporan korporasi, bahkan pidato pejabat dunia.

Kayak “Net Zero”, “Carbon Offset”, “Carbon Sink”, dan teman-temannya.

Kata-kata yang terdengar canggih… tapi kadang maknanya kayak sayur sop yang isinya kentang semua, gak ada dagingnya.

Kita mulai dari yang paling populer:

Net Zero Emissions

Secara teori Net Zero Emissions adalah kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer sama dengan jumlah yang diserap kembali oleh bumi — lewat pohon, laut, tanah, atau teknologi penangkap karbon (carbon capture).

Tujuannya apa? Tujuannya untuk menstabilkan suhu bumi di bawah 1,5°C pemanasan global.

  • Tiongkok? Janji Net Zero di 2060.
  • Amerika? 2050.
  • Indonesia?  Tidak mau ketinggalantren, netapin tahun.
  • Shell, BP, Nestlé, Google, semua pakai kata “net zero” di laporan keberlanjutan mereka.

Bagaimana praktiknya?

Mereka tetap buang emisi, cuma… bilangnya “akan dikompensasi nanti.”

Ibaratnya: kita kentut di lift, terus bilang, “Tenang… nanti saya semprot pewangi.”

Jadi sekarang ini semua negara dan korporasi seolah-olah ikut lomba.  Lombanya bukan hemat emisi, tapi… siapa paling cepat janji Net Zero.

Net zero versi pura-pura.

Net Zero itu kayak diet hari Senin. Kita bilang, “Mulai hari ini, makan sehat.” Tapi makan gorengan dulu… sambil bilang: nanti dibakar waktu jogging. Tapi larinya? Gak pernah.

Korporasi & Janji Kosong

Banyak perusahaan besar ikut-ikutan tren ini, tapi lupa satu hal bahwa Emisi itu bukan utang yang bisa dicicil seenaknya.

Shell misalnya akan net zero di 2050. Tapi 2023 kemarin mereka malah meningkatkan produksi minyak dan gas, dan  memotong anggaran untuk energi terbarukan sebesar 30%!

Lalu ada Nestlé yang juga janji akan net zero. Tapi produksi plastiknya meningkat lebih dari 10% dalam 3 tahun terakhir, dan seluruh plastiknya masih sekali pakai.

Pemerintah Indonesia janji akan net zero di 2060. Tapi di saat yang sama, membuka tambang batu bara baru dan bahkan memberikan izin pada ormas untuk mengelolanya. Lalu ada peluang besar untuk melakukan deforestasi lewat UU Cipta Kerja dan atas alasan Hutan untuk Pangan. PLTU baru? Jangan tanya lagi

Menurut laporan IPCC 2023, untuk menjaga suhu bumi di bawah 1.5°C, dunia harus memangkas emisi sebesar 43% pada 2030.

Tapi dengan janji net zero sekarang?

  • Mayoritas negara dan perusahaan menunda aksi nyata, dan melempar tanggung jawab ke masa depan.
  • Kita lagi pasrah pada teknologi yang bahkan belum terbukti: seperti direct air capture atau bioenergy with carbon capture.

Sebagian ilmuwan bahkan menyebut tren ini sebagai “delay and deceive strategy” — strategi menunda dan menipu.

Kita Butuh Aksi, Bukan Janji

Net Zero bisa jadi alat yang baik — kalau disertai aksi nyata, pengurangan emisi langsung, dan transisi energi yang adil. Tapi kalau cuma jadi stiker di kemasan atau buzzword di pidato politisi?

Itu bukan solusi, itu pemanis buatan. Sementara hidup kita sudah dipenuhi dengan begitu banyak gula. Istilah perubahan iklim seringkali mengaburkan makna sesungguhnya.

Di episode selanjutnya, kita akan bongkar janji penebusan dosa karbon lewat carbon offset. Apakah menanam pohon bisa menyelesaikan semuanya? Atau justru bikin hutan jadi ajang pencucian dosa?

Sampai jumpa di bagian terminologi palsu berikutnya! Kita, Bumi, dan Segala Drama-Nya.