Apakah keamanan iklim global pantas menjadi bagian dari mandat Dewan Keamanan PBB? Pertanyaan itu kini menghantui ruang diplomasi internasional. Sebagian negara menilai pembahasan perubahan iklim di badan keamanan PBB merupakan pelanggaran terhadap lembaga lain yang bertugas menangani pembangunan sosial, ekonomi, dan perlindungan lingkungan.
Namun, di luar ruang rapat yang dingin, risiko iklim semakin nyata. “Ancaman ini bukan masa depan jauh,” kata Kepala Urusan Politik PBB, Rosemary DiCarlo, “tapi kenyataan hari ini bagi jutaan orang di seluruh dunia.” Pernyataan itu menegaskan: politik iklim global dan keamanan manusia tidak bisa lagi dipisahkan.
Kita sedang menyaksikan bagaimana perubahan iklim berubah menjadi urusan keamanan internasional, bahkan potensi pemicu konflik antarnegara.
Resolusi Iklim dan Mandat yang Diuji
Sejak April 2007, Dewan Keamanan mulai menyinggung hubungan antara keamanan iklim global dan stabilitas politik dunia. Dari Resolusi 2349 tahun 2017 yang membahas konflik di Danau Chad, hingga debat besar bertema “Understanding and Addressing Climate-Related Security Risks” pada Juli 2018, semua menunjukkan satu hal: krisis iklim telah menembus dinding diplomasi.
Lebih dari 70 negara — termasuk Indonesia, Kuwait, Jerman, dan Polandia — hadir. Istilah seperti keadilan iklim, adaptasi iklim, dan tanggung jawab bersama mulai masuk ke kosa kata diplomatik. Tapi apakah ini hanya jargon yang menggoda media, atau langkah menuju solidaritas global yang nyata?
Kita tidak bisa memisahkan urusan lingkungan dari keamanan global. Banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan tidak mengenal batas kedaulatan. Di balik rapat-rapat berpendingin udara, dunia yang memanas sedang menunggu keputusan.
Diplomasi, Politik, dan Keamanan Iklim Global
Dalam realitas politik iklim global, setiap negara membawa narasi dan kepentingan sendiri. Negara maju berbicara tentang transisi energi, sementara banyak negara berkembang masih berjuang agar rakyatnya tidak tenggelam oleh bencana.
Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah keamanan iklim global akan menjadi instrumen solidaritas atau alat baru dominasi politik?
Dunia sudah punya terlalu banyak pidato, resolusi, dan janji “net zero”, tapi terlalu sedikit aksi nyata. Jika kita terus membiarkan bencana iklim dikelola seperti urusan administratif, maka keamanan internasional hanya akan menjadi kata kosong di atas kertas PBB.
Dari Rapat Diplomasi ke Percakapan Dunia
Kini, keamanan iklim global bukan lagi isu bagi diplomat, tapi bagi setiap orang yang merasakan udara panas di siang hari, gagal panen, atau kehilangan rumah karena banjir. Mungkin, sudah waktunya pembahasan ini berpindah — dari meja Dewan Keamanan PBB ke meja kebijakan nasional, bahkan ke meja kopi tempat rakyat berdiskusi.
Kita bisa saja berbeda pandangan, tapi bumi tak butuh debat, ia butuh tindakan. Karena ketika udara menghangat, laut naik, dan hutan terbakar, perdamaian dunia ikut terancam.
Pada akhirnya, keamanan iklim global bukan hanya soal menjaga bumi tetap stabil, tapi menjaga kita agar tetap manusia.




























Leave a Reply