Pencemaran Sungai Pulau Jawa Mencemaskan

Pencemaran Sungai Pulau Jawa Mencemaskan
Pencemaran Sungai Pulau Jawa Mencemaskan

Pencemaran sungai Pulau Jawa sudah kian mengkhawatirkan. Bila tidak diambil tindakan sesegera mungkin, penduduk pulau ini akan semakin kesulitan mengakses air bersih.

Investigasi yang dilakukan sejumlah kelompok lingkungan menemukan puluhan spesies ikan telah punah di sejumlah sungai besar di Pulau Jawa. Kepunahan terjadi karena ekosistem sungai rusak akibat pencemaran limbah pabrik.

Organisasi lingkungan yang terlibat dalam penyelidikan ini antara lain Observasi Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Forum Masyarakat Daerah Aliran Sungai Citarum, Institut Ciujung, dan Institut Ciliwung.

Mereka menginventarisasi keanekaragaman jenis ikan dan sumber pencemaran di Bengawan Solo, Kali Citarum, Ciliwung, Brantas, Ciujung, dan Kali Surabaya pada periode Maret – April 2021.

Kepala Peneliti Lapangan Ekoton Sungai Nasional, Andreas Agus Kristanto mengatakan, hasil penyelidikan menunjukkan sungai-sungai penting di Pulau Jawa “dalam kondisi buruk”. Sungai-sungai tersebut rusak karena dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah tekstil dan pabrik kertas.

Akibatnya, kematian ikan massal terjadi.

Pencemaran sungai Pulau Jawa juga terjadi di Sungai Brantas, misalnya, saat ini baru ditemukan 25 spesies ikan dari 60 spesies di tahun 1990.

“Di Bengawan Solo jumlah spesies ikan yang hilang mencapai 20 spesies, tinggal kurang dari 10 spesies. Yang lebih memprihatinkan penurunan jumlah spesiesnya adalah di Sungai Citarum,” jelas Andreas dalam siaran persnya, Rabu (13/4/2022).

Di Citarum, spesies yang telah punah sejak 50 tahun lalu adalah Bagarius lica (famili Baung), Chitala lopis (Belida/Papar), dan Lobocheilos lehat (famili ikan Lais).

Sementara itu, dalam 10 tahun terakhir, tujuh spesies ikan punah di Citarum. Ketujuh spesies tersebut adalah Laides hexanema (famili River Patin), Helostoma temnickii (Ikan Berbau/Labu Berbau), Rhyacichthys aspro, Pseudolais micronemus (famili River Patin), Pangasius macronema (famili River Catfish), Acrochordonichthys ischnosoma, dan Acrochordonichthys rugosoma.

Sementara itu, di Bengawan Solo, ada satu spesies yang punah 50 tahun lalu, yaitu Bagarius lica (famili Baung). Sedangkan yang punah dalam 10 tahun terakhir adalah Macrochirichthys macrochirus, Pangasius macronemus, Luciosoma setigerum , dan Homalopteroides wassinkii .

Sedangkan untuk Ciliwung, ada enam jenis ikan yang saat ini sudah sangat sulit ditemukan. Keenamnya adalah Pangio kuhli, Betta picta, Tor tambroides, Tor tambra, Neolissochilus soro, dan Lobocheilos falcifer.

Menghambat Reproduksi

Menurut Andreas, penyebab utama kepunahan puluhan spesies ikan adalah pencemaran sungai pulau Jawa. Penyelidikannya menemukan bahwa pabrik tekstil dan pabrik kertas membuang limbahnya ke sungai tanpa diolah dengan baik.

Limbah cair yang tidak terolah secara sempurna membutuhkan proses dekomposisi yang lebih lama di ekosistem sungai. Akibatnya, limbah tersebut menimbulkan substrat berwarna hitam yang berbau dan bersifat racun.

Substrat hitam kemudian menutupi dasar sungai. Faktanya, ikan membutuhkan permukaan dasar sungai yang kasar, berbatu atau kerikil, untuk menempelkan telurnya.

“Substrat hitam menyebabkan permukaan dasar sungai menjadi licin sehingga telur ikan tidak dapat bertahan hidup, kemudian mati dan hanyut,” kata peneliti ikan ini.

Menurut Veryl Hasan dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, kepunahan juga terjadi karena air limbah industri mempengaruhi hormon ikan. Bahan kimia tersebut menghambat sintesis protein ikan kelamin jantan.

Akibatnya, sungai didominasi oleh ikan betina. Sekarang komposisi ikan betina sudah 80 persen. Seharusnya, komposisi ikan betina dan jantan sama 50 persen.

“Ketidakseimbangan komposisi jenis kelamin ikan ini menyebabkan penurunan populasi,” kata Veryl.

Ia menambahkan, racun dalam limbah industri juga mengakibatkan kematian massal ikan. (ATN)