Terminologi sesat dalam perubahan iklim adalah sebuah bahasa yang digunakan untuk menyamarkan realitas, menunda aksi nyata dan membingungkan publik.
Halo. Selamat bertemu kembali dalam Cerita Kopi “Dunia Yang Berubah, Panas yang tidak Bisa Diabaikan”, cerita tentang krisis iklim yang dipenuhi dengan janji-janji surga.
Hari ini kita akan ngobrolin Terminologi Sesat, sebuah Bahasa halus untuk krisis yang nyata”,
“Pernah dengar istilah ‘net zero’? Atau ‘dekarbonisasi’, ‘offset karbon’, ‘energi bersih’, bahkan ‘hijau’?
Kata-kata ini terdengar ilmiah, teknokratik, bahkan visioner. Tapi tahukah kamu, banyak dari istilah ini telah menjadi alat politik — bukan solusi.
Bagaimana bahasa telah digunakan untuk menyamarkan realitas, menunda aksi nyata, dan membingungkan publik.
Ini bukan hanya soal kata, tapi soal masa depan planet.”
Dalam komunikasi iklim, kata-kata itu punya kuasa. Ia mampu membangkitkan harapan, membangun kebijakan, atau sebaliknya — menipu dan mengaburkan tanggung jawab.
Banyak orang yang tertipu karena penggunaan kata yang menyesatkan ini.
Misalnya, 63% orang di negara G20 tidak benar-benar memahami istilah apa itu istilah net zero. Sementara 57% menyangka ‘carbon neutral’ artinya tidak ada emisi sama sekali — padahal bukan itu maknanya.
Terminologi yang Menyesatkan
Sahabat Gelora, saya coba mengurai satu persatu istilah yang lazim digunakan dalam komunikasi iklim. Bukan bermaksud lain, selain mendudukan segala sesuatu pada tempat yang benar.
Kita mulai dengan Net Zero Emissions
Kata ini sering dipakai oleh negara-negara dan korporasi untuk memberi kesan mereka akan ‘nol emisi’. Tapi net zero berbeda dengan zero emissions.
- Net zero artinya mereka masih memproduksi emisi, tapi dikompensasi lewat offset: menanam pohon, membeli kredit karbon, atau proyek teknologi.
- BP, Shell, dan Exxon semuanya punya komitmen net zero — tapi tidak menghentikan produksi minyak dan gas mereka.
- “Net zero itu seperti mengatakan: aku masih makan junk food tiap hari, tapi aku beli vitamin. Jadi sehat kan?”
Definisi resm dari Net Zero adalah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan diserap kembali oleh alam atau teknologi. Jadi bukan berarti emisi nol. Karena banyak yang tidak paham, kata ini kemudian sering digunakan untuk menunda aksi nyata.
Indonesia menyatakan target Net Zero Emissions tahun 2060, tetapi masih membangun PLTU baru dan mengandalkan batubara untuk listrik nasional tanpa ada upaya apapaun terkait peraturan terkait transisi energi bersih.
Yang kedua Carbon Offset
“Offset karbon artinya kita membayar pihak lain untuk mengurangi emisi, bukan mengurangi emisi kita sendiri.”
Misalnya perusahaan maskapai menjual tiket “ramah lingkungan” karena mereka membayar proyek reboisasi. Tapi hutan yang ditanam tidak pernah di monitor tumbuh tidaknya.
Istilah ini sering digunakan oleh perusahaan besar untuk membeli izin mencemari. Yang lebih parah, ini adalah bentuk kolonialisme hijau — negara kaya “membeli hutan” di negara miskin.
Clean Coal / Teknologi Batu Bara Bersih
“Tidak ada yang namanya batu bara bersih. Itu oksimoron.”
Teknologi “clean coal” seperti CCS (Carbon Capture and Storage) belum terbukti efektif secara skala besar.
Dari 100 proyek CCS besar yang dijanjikan, hanya 10% yang berjalan optimal. Sisanya gagal atau berhenti.
Nature-Based Solutions
Terdengar positif. Tapi tanpa pengawasan, solusi ini jadi alat greenwashing.”
Banyak proyek nature-based solutions hanya memindahkan masyarakat adat, mengubah tanah menjadi hutan industri, dan mematikan keanekaragaman hayati.
Green Economy atau Model ekonomi yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Seeringkali ini hanyalah rebranding industri lama dengan embel-embel hijau dan hanya menguntungkan korporasi besar.
Misalnya, Proyek nikel untuk baterai kendaraan listrik disebut bagian dari green economy, tapi menimbulkan deforestasi besar-besaran di Sulawesi dan menyingkirkan masyarakat lokal.
Siapa yang Menggunakan Terminologi Ini dan Mengapa?
Terminologi ini digunakan oleh negara-negara kaya, perusahaan multinasional, dan institusi keuangan besar untuk menjaga status quo.
Tujuannya tentu untuk
- Menenangkan investor
- Meningkatkan citra public
- Menunda regulasi yang memaksa pengurangan emisi absolut
- Arab Saudi menggunakan istilah “circular carbon economy” untuk mempertahankan eksplorasi minyak sambil menjanjikan efisiensi.
- UE, lewat taksonomi keuangan hijaunya, menyebut gas dan nuklir sebagai “energi transisi”. Padahal emisi metana dari gas 80x lebih kuat dari CO₂.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Ketika planet sedang memanas, kita tidak bisa lagi menerima bahasa yang dingin dan menyesatkan.
- Saatnya menyebut krisis ini apa adanya.
- Menyebut pembakar hutan sebagai kriminal.
- Menyebut greenwashing sebagai penipuan.
- Dan menyebut ‘net zero’ sebagai jalan pintas
Kita pada akhirnya harus
- Kritis terhadap istilah teknokratik – Jangan langsung percaya narasi “hijau” dari pemerintah dan korporasi
- Tuntut kejelasan dalam janji iklim – Apakah mereka bicara soal pengurangan mutlak, atau hanya offset?
- Dorong bahasa yang transparan dan adil – Misalnya “emisi bersih-nol dengan pengurangan absolut, bukan kompensasi”
Leave a Reply