Greenwashing – Hijau di Label, Abu-abu di Hati

greenwashing
Greenwashing - Hijau di Label, Abu-abu di Hati

Greenwashing adalah cara industri mengelabui konsumen dengan mengaku “hijau” tapi hitam didalamnya. Seperti halnya handuk di hotel yang beralasan lingkungan tetapi sesungguhnya hanya untuk ngurangin biaya laundry.

Halo Selamat siang genk, selamat datang di Dunia Yang Berubah

Tempat di mana kita ngobrol soal penting, tapi nggak bikin dahi berkerut kayak seribuan lecek

Hari ini, kita mau bahas sesuatu yang…… kelihatannya hijau, tapi bisa jadi cuma cat tembok karena dalemnya abu2 semen, yaitu Greenwashing.

Apa Itu Greenwashing?

Greenwashing itu kayak orang yang pakai baju yoga ke kantor biar keliatan sehat, padahal tiap malam pesen ayam geprek level 10, nasinya double plus indomie goreng

Penampakannya aja yang hijau, aslinya mah enggak.

Secara harfiah, greenwashing itu ketika perusahaan atau brand mengaku peduli lingkungan, padahal… ya nggak juga. Ini kayak marketing bohong-bohongan, tapi temanya “go green”.

Misalnya nih…

Pernah lihat botol plastik bertuliskan “100% bisa didaur ulang”?

Kayaknya ramah lingkungan banget, ya? Tapi…Kalau daur ulangnya cuma bisa di negara yang punya teknologi mahal dan nggak bisa di tempat kamu buang sampah, ya itu cuma janji kosong.

Atau paling enggak produsen botol plastiknya nyediain kek mesin daur ulangnya di TPA Bantar Gebang misalnya.

Ada contoh lain bang? Ada, banyak…

McDonald’s misalnya. Tahun 2019, mereka ganti sedotan plastik ke kertas.

Wah, bagus dong!

Tapi ternyata… sedotan kertas itu nggak bisa didaur ulang. Kagak ada pemulung yang mau ambil karena nggak ada harganya. Sama kayak bungkus sachet, barang yang paling nggak ada harganya di para pemulung karena nggak bisa diapa-apain.

Ironisnya, sedotan plastik yang lama—bisa didaur ulang

Oh iya, mumpung inget …. pernah liat atau mungkin pake gelas kertas yang untuk kopi?

Itu klaimnya kertas kan ya? Coba ente robek, pasti ada plastic didalamnya. Dan ketika digunakan untuk minuman panas, lapisan plastic tersebut akan terurai menjadi mikroplastik, masuk ke dalam saluran pencernaan dan numpuk2 disitu.

Sukur2 dia keluar bareng …ah sudahlah

Menurut khabar lagi nih, setiap minggunya, mikroplastik yang kita konsumsi itu setara dengan kartu ATM anda atau sebanyak seperempat kilogram dalam setahun. Tapi ini nanti aja kita bahas dalam episode yang lain.

Oke, kita mundur dulu sedikit kebelakang, Kenalan Dulu Sama Greenwashing

Jadi gini…

Kata “greenwashing” muncul pertama kali tahun 1986. Ada seorang aktivis lingkungan bernama Jay Westerveld, yang waktu itu sedang menginap di hotel. Dia melihat hotel itu pasang tanda di kamar mandi:

“Mohon gunakan ulang handuk Anda untuk membantu menyelamatkan lingkungan.”

Wah, keren dong! Tapi ternyata…

Setelah dicek, hotel itu gak punya program ramah lingkungan sama sekali. Mereka buang limbah sembarangan, boros listrik, dan membangun resort baru di area konservasi.

Jadi?

Kampanye soal handuk tadi cuma akal-akalan buat ngurangin biaya laundry. Ajaib, ya? Udah nipu, ngaku cinta bumi pula. Kimbeknya.

Kayak orang yang bilang: “Aku cinta kamu,” tapi password HP diganti tiap 3 hari.

Greenwashing berikutnya adalah Industri Fashion

Beberapa brand gede bilang mereka punya lini “Conscious Collection” atau “Earth-Friendly Materials”.

Tapi mereka tetap produksi jutaan pakaian tiap minggu, buang air, pakai energi fosil, dan pekerja dibayar murah.

Hijau di label, tapi buram di sistem.

Dan jangan lupa, industri fashion bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global dan 20% pencemaran air bersih.

Favorit saya adalah Perusahaan Minyak

Ada perusahaan minyak besar seperti BP, Chevron, Shell, suka banget bikin iklan:
“Kami mendukung energi terbarukan!” atau “Investasi kami di solar dan angin meningkat 100%!”

Atau dalam setiap iklanya bilang, “Kita investasi energi terbarukan!”

Tapi kalau dicek, 95% dari total dananya masih ke eksplorasi minyak dan gas. Yang 5%nya Ya, buat iklan hijau itu tadi.

Kayak PLN yang memperkenalkan program Green Booster tapi pada saat bersamaan terus membangun PLTU Batubara.

Nyumbang 10 ribu ke panti asuhan, lalu bikin baliho “Saya Dermawan.”

Mobil listrik juga sama, dengan klaimnya ramah lingkungan dan “Zero Emission Vehicle!”

Kamu tau nggak? Produksi nikel itu butuh tambang besar-besaran, merusak ekosistem lokal, dan air tanah.

Apakah tambang nikel di Kolaka atau Sorowako itu baik2 saja? . Tanya sama warga setempat, apa yang terjadi dengan ekosistem mereka.

Jadi walaupun mobilnya gak buang asap, proses bikin mobil itu tetap menyisakan jejak ekologis yang panjang. Setidaknya setiap unit mobil yang dibuat menghasilkan 4 ton CO2 yang dibuang ke udara dan berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Jadi jangan langsung ngegas beli EV cuma karena kelihatannya hijau. Bisa jadi jejak karbonmu ada dimana-mana di daerah lain.

Emang bahayanya apa sih bang Greenwashing itu

Ini kan sama kayak rayuannya Bang Mamat ke Mpok Ijah…. Lautan apipun akan aku seberangi, giliran minum kopi panas tetep aja ditiup.

Iyalah, meskipun sekilas greenwashing itu cuma “yaelah, marketing doang Bang”. Tapi sebenarnya bahaya banget.

Kenapa Berbahaya?

Pertama, greenwashing bikin orang merasa wah dia sudah berkontribusi, padahal belum.

Itu kayak makan siang dengan salad, lalu minum boba 1 liter.

Greenwashing itu mengalihkan issue dari solusi nyata.

Kita sibuk debat soal gelas kertas, padahal industri besar yang sok hijau itu masih buang emisi karbon ratusan ton per hari.

Dan dalam konteks krisis iklim – dari cuaca yang makin kacau, sampai polusi makin gila – kita gak boleh lagi cuma puas sama visual.

Ini juga jadi persaingan tidak sehat sesama industry dan kita sebagai konsumennya. Karena perusahaan yang benar-benar hijau jadi kalah saing. Karena yang bohong lebih jago promosi hijau.

Jadi intinya…

Kita butuh aksi nyata, bukan janji manis bertema hijau.

Lebih baik langkah kecil yang jujur, daripada nasi uduk pake suir ayam lalu dibungkus daun pisang dan diklaim vegan.

Jangan sampai masyarakat tertipu, pemerintah terlena, dan solusi sejati terhambat.

Lalu kita mesti gimana Bang…

bagaimana menurut pendapat anda?

Apa yang harus kita lakukan dan bagaimana cara kita mendeteksi Greenwashing itu?

Sampai ketemu lagi pada episode berikutnya Genk

Wassalammu’allaikum wr wb