Setiap tahunnya sampah makanan Jakarta yang terbuang di Indonesia mencapai 115 – 184 kg per orang. Sementara Barilla Centre for Food & Nutrition menyebut pada kisaran angka 300 kg/orang/tahun. Sekaligus menempatkan Indonesia sebagai tiga negara terburuk bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional menyebut pada tahun 2020 sampah makanan mencapai 40 persen dari total seluruh sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia di 199 kabupaten/kota.
Tanggerang misalnya, setiap tahunnya setiap orang membuang sampah makanan mencapai 40 kilogram. Bila di konversi ke rupiah, maka uang yang terbuang secara sia-sia mencapai Rp. 5 Juta setiap tahun.
Harian Kompas melakukan penghitungan pemborosan ini dengan menggunakan data konsumsi makanan per kapita di kabupaten / kota dari Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data yang masih berupa satuan satuan porsi makanan ini kemudian dikonversi menjadi berat setiap porsi yang dimakan.
Satu porsi gado-gado misalnya. Dari laman FatSecret berat satu porsi gado-gado setara dengan 241 gram. Untuk mengetahui total konsumsi makanan di satu kabupaten/kota, data konsumsi perkapita dikalikan jumlah penduduk di kabupaten/kota tersebut . Dari sini diketahui total konsumsi makanan di satu kabupaten/kota perhari.
Total konsumsi ini kemudia diberi nilai rupiah. Di Kota Tangerang misalnya, pengeluaran per kapita untuk makanan per bulan adalah Rp 893.810 setara dengan 7.056 gram makanan atau Rp. 127 setiap satu gramnya. Apabila sampah makanan per kapita tiap hari mencapai 111 gram , setiap orang di Kota Ta ngerang memboroskan uang senilai Rp 14.097 per hari atau sekitar Rp 5 juta per tahun.
Kehilangan Ekonomi
Dengan formula yang sama kemudian dilakukan penghitungan di 199 kabupaten / kota. Angka yang muncul sangat fantastis. Secara rata-rata, setiap orang di Indonesia melakukan pemborosan makanan sebesar Rp 2.141.614 per tahun.
Secara total, nilai makanan yang terbuang menjadi sampah di 199 kabupaten / kota di Indonesia mencapai angka Rp 330,71 triliun/tahun. Seperenam angka penerimaan negara menjadi sampah. Kalkulasi yang dilakukan Bappenas pada tahun 2021 menyebutkan besaran kehilangan ekonomi Indonesia akibat sampah pangan adalah Rp 213 triliun – Rp 551 triliun per tahun .
Angka ini bisa jauh lebih besar mengingat hanya 199 dari 514 kabupaten / kota yang melaporkan data komposisi sampah di SIPSN. Seperti fenomena gunung es, situasi borosnya masyarakat Indonesia terhadap makanan akan jauh lebih besar dari yang terlihat dipermukaan.
Tidak usah jauh-jauh, DKI Jakarta misalnya, hanya Jakarta Barat yang melaporkan data komposisi sampah ke SIPSN.
Komposisi sampah makanan di Jakarta Barat mencapai 69,8 persen dari total sampah yang dihasilkan warga Jakarta Barat setiap tahunnya yang mencapai 719.768 ton. Jumlah sampah makanan di Jakarta Barat mencapai 502.183 ton setiap tahun.
Bila kita asumsikan sampah makanan dari wilayah lain di DKI Jakarta sama dengan Jakarta Barat , setiap tahun tumpukan sampah makanan DKI Jakarta setara dengan 1.871 meter. Ini sama dengan 14 kali ketinggian Monas, lebih tinggi dari Gn. Kelud (1.731 dpl) dan dua kali gedung tertinggi di dunia, Burj Khalifa (828 meter).
Untuk Surabaya, sampah makanan mencapai 440.593 ton per tahun pada tahun 2020. Mumbumbung setinggi 376 meter atau 9 kali ketinggian Tugu Pahlawan (41,15 meter) .
Kategori Terburuk
Seperti yang sudah diungkapkan diatas, Barilla Center for Food & Nutrition menilai indeks kehilangan/kemubaziran pangan Indonesia masuk kategori paling buruk. Ada di tiga peringkat besar dunia bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dengan rata-rata buangan sampah makanannya mencapai 300 kilogram per orang/tahun.
Kita butuh revolusi secara masif terhadap kebiasaan membuang sampah makanan ini. Sejumlah negara maju seperti Jerman misalnya, Setiap restaurant sudah mengenakan biaya yang dibebankan kepada pelanggan atas setiap gram makanan yang tidak dihabiskan.
Bagi pengusaha warung makanan, ada banyak NGO yang bergerak di bidang sosial yang mau bersusah payah membagikan makanan sisa yang layak makan kepada yang membutuhkan.
Sementara untuk rumah tangga sudah saatnya menghitung kembali kebutuhan makanan rumah tangganya untuk menghindari sampah makanan yang bertumpuk. Kita juga bisa menggalakan pengelolaan sampah makanan menjadi kompos dsb.
Ada banyak cara untuk keluar dari jebakan sampah makanan ini bila kita memulainya dari diri sendiri.
Kami selalu berusaha untuk membangun literasi tentang perubahan iklim dan lingkungan hidup. Sampah makanan adalah masalah bukan hanya dari segi rupiah yang terbuang namun juga dari gas yang dihasilkan sampah makanan yang cenderung memperburuk dan mengakselerasi perubahan iklim.
Leave a Reply