Nol sampah sebagai gaya hidup

Hidup tanpa sampah
Hidup tanpa sampah

Nol sampah sebagai gaya hidup sangat relevan pada masa kini. Nol sampah atau zerowaste adalah cara kita secara pribadi dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim dengan turut serta secara aktif dalam setiap upaya yang dilakukan.

Nol sampah adalah cara untuk mengurangi volume sampah. Tentu saja menjadi mustahil bila kita menggunakan term nol sampah dalam kehidupan sehari-hari. Namun setidaknya, kita bisa mulai mempertimbangkan apakah material yang akan kita beli akan menimbulkan lebih banyak sampah atau tidak.

Sampah adalah masalah serius. Di Jakarta saja, setiap harinya ada dumptruck 12 ton yang berbaris dari Jakarta – Bogor pulang pergi. Empatpuluh persen dari total sampah Jakarta berupa sisa makanan yang bila dijadikan patung akan menghasilkan 14 patung setinggi monas setiap tahun.

Pada dasarnya kita mengambil sumberdaya alam dari bumi, merubahnya menjadi sebuah produk dengan energi yang juga diambil dari bumi lalu membuangnya kedalam lubang bila sudah tidak lagi dapat dipergunakan.

Overshoot Day

Kita kemudian mengenal Overshoot Day. Waktunya tidak sama dan belum tentu terjadi setiap tahun. Overshoot Day adalah hari dimana kita menghabiskan sumberdaya alam lebih banyak dari yang bisa disediakan bumi.

Overshoot day pertama jatuh pada tahun 2019 dimana kita menghabiskan 1,5 kali lebih banyak sumberdaya alam untuk memenuhi konsumerisme kita.

Konsumerisme mendorong mesin produksi terus berputar. Mengkonsumsi lebih banyak energi dan melepaskan gas rumah kaca, meninggalkan jejak karbon ketika dikirim ke berbagai belahan bumi.

Diskursusnya bukan lagi pada material apa yang kita gunakan untuk memenuhi gaya hidup kita melainkan gaya konsumsi kitalah yang mendorong penambahan kapasitas produksi semakin rakus yang kemudian memicu perubahan iklim.

Nol Sampah adalah gaya hidup. Bukan tujuan.

Dengan gaya hidup Nol Sampah kita akan menempatkan pembelian dan penggunaan barang sekali pakai sebagai pilihan paling akhir. Bisa dibilang gaya hidup ini adalah gaya hidup generasi tua. Kita betul-betul membeli apa yang kita butuhkan dan menjaga apa yang sudah miliki.

Apakah ini cara hidup yang sempurna? Tidak, tentu saja tidak. Apakah itu sepenuhnya mewakili ekonomi berputar? Tidak, tentu saja tidak.

Gaya Hidup Nol Sampah

Mencoba untuk hidup Nol Sampah tidak seperti menerapkan ilmu tentang roket yang pelik. Nol Sampah bisa dilakukan dengan gembira. Temukan saja beberapa hal yang sesuai dengan jadwal dan rutinitas belanja kita dan mulailah.

Pertimbangkan hal sederhana seperti apakah saya membutuhkan barang ini? atau, Berapa banyak sampah yang akan saya hasilkan? Apakah akan awet dan tahan lama?

Langkah selanjutnya adalah dengan memberikan dorongan pada bisnis lokal. Kita bisa meminta pedagang nasi goreng untuk megganti styrofoamnya dengan besek bambu atau meminta pedagang kopi untuk mengenakan biaya tambahan atas gelas sekali pakai yang digunakan atau memberikan apresiasi pada tumbler yang dibawa pelanggan dengan potongan harga.

Mereka/pedagang harus melakukannya dengan cara yang bergembira dan membanggakan karena sudah ikut terlibat dalam Gaya Hidup Nol Sampah melawan perubahan iklim.

Anda juga bisa meminta toko kelontong untuk memberikan potongan yang cukup berarti apabila pelanggan membawa kantong plastik sendiri. Tempelkan sticker di depan toko kelontong anda tentang hal ini dan ajak mereka berbangga telah menjadi bagian dari sebuah perubahan besar bagi anak cucu kita.

Itu amal yang tidak akan pernah putus.

Kita punya kekuatan sebagai konsumen. Kita hidup dalam sistem yang cacat. Sistem dimana barang dan peralatan didesign untuk cepat rusak. Dan sistem ini menantang norma-norma alam. Pada akhirnya sistem ini akan akan menantang munculnya ide-ide baru dan inovasi.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang gemar berbuat baik. Gaya hidup sekali pakai dan buang memberikan dampak buruk bukan saja kepada generasi mendatang tapi sudah kita rasakan. Kita harus mampu menekan sampah yang kita hasilkan, dengan cara yang menggembirakan.